Selasa, 17 Desember 2019

PERAWATAN PERIODONTAL PADA LANSIA


              Perawatan Periodontal Pada Lansia Yang Menjalani Rawat Inap

1.     KONDISI JARINGAN PERIODONTAL SECARA UMUM
Periodonsium mempunyai empat komponen yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal, dan sementum.
Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengellingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan dengan membentuk hubungan denggan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.
a.      Warna Gingiva
Gingiva sehat umumnya memiliki warna yang disebut "coral pink." Warna lain seperti merah, putih dan biru dapat menandai adanya peradangan (gingivitis) atau kelainan lain. Walaupun menurut text book warna gingiva disebut "coral pink", pigmentasi rasial normal membuat gingiva berwarna lebih gelap. Karena warna gingiva dipengaruhi pigmentasi rasial, kesepahaman dalam warna lebih penting daripada warna yang ada sebetulnya.
b.     Kontur Gingiva
Gingiva sehat memiliki permukaan halus dan bergelombang di depan tiap gigi. Gingiva sehat menempati daerah interdental dengan tepat dan pas, berbeda dengan papilla gingiva yang membengkak yang terdapat pada gingivitis, atau embrasure yang kosong pada penyakit periodontal. Gusi yang sehat melekat erat pada tiap gigi, bentuknya meruncing seperti ujung pisau pada tepi marginal gingiva bebas. Dilain pihak, gusi yang meradang memiliki tepi yang menggembung atau bulat.
c.      Tekstur Gingiva
Gingiva sehat bertekstur padat, tahan terhadap adanya pergerakan. Tekstur ini sering dideskripsikan sama seperti kulit jeruk. Gingiva yang tidak sehat teksturnya membengkak dan seperti busa.
d.     Reaksi saat Probing
Gusi sehat umumnya tidak berekasi terhadap keadaan normal seperti penyikatan atau periodontal probing. Sebaliknya gusi yang tidak sehat akan menunjukkan adanya perdarahan ketika probing / Bleeding On Probing (BOP) dapat disertai timbulnya cairan purulen.
            Ligament periodontal
Ligament adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Karena gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat, sehingga dapat dianggap sebagai ligament. Ligament periodontal tidak hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi.
a.      Struktur
Ketebalan ligamen bervariasi dari 0.3 – 0,1 mm yang terlebar pada mulut soket dan apeks gigi, dan tersempit pada aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada keadaan sehat gigi mempunyai rentang gerakan yang normal. Bila stress fungsional besar ligament biasanya juga lebih tebal dan bila gigi tidak berfunsi ligament akan menjadi tipis setipis 0.06 mm. dengan terjadinya proses penuaan ligament akan menjadi lebih tipis. Ligament terdiri dari serabut jaringan ikat yang tersusun dengan teratur pada matriks substansi dasar yang dilewati pembuluh darah dengan saraf. Selain bundle serabut utama ada beberapa bundle kolagen yang tersusun kurang teratur dan serabut oksitalan yang merupakan serabut elastic yang belum matang.
Struktur kolagen akan terus menerus mengalami remodeling misalnya melalui resorpsi serabut lama dan pembentukan serabut baru dan fibroblast ikut berperan dalam kedua proses itu.
Sementum
Sementum adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat berinsersinya setabut bundle kolagen. Terdiri dari serabut kolagen yang tertanam di dalam matriks organic yang terkalsifikasi. Kandungan organiknya yaitu hidroksi aptatit lebih kecil dari tulang hanya sekitar 45%. Ada dua tipe sementum yaitu:
a.      Sellular yang mengandung sementosit seperti osteosit pada tulang
b.     Aselular lapisan permukaan yang tipis sering terbatas hanya pada bagian servikal akar. Ketebalan terbesar pada apeks akar dan pada furkasi. Dengan adanya atrisi misalnya ausnya permukaan oklusal gigi deposisi kompensasi dari sementum apical akan berlangsung.
            Tulang alveolar
Prosesus alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi geligi. Sebagian bergantung pada gigi dan setelah tanggalnya gigi akan terjadi resorpsi tulang. Tidak akan terlihat pada waktu andonsia. Tulang ini terus menerus mengalami remodeling sebagai respon terhadap stress mekanis dan kebutuhan metabolisme terhadap ion fosfor dan kalsium. Tepi puncak tulang alveolar biasanya berjalan sejajar terhadap pertautan amelosemental pada jarak yang konstan (1-2 mm), tetapi hubungan ini biasanya bervariasi sesuai dengan aligmen gigi dan kontur permukaan akar.
2.     KONDISI JARINGAN PERIODONTAL PADA LANSIA
 Efek Usia
Jaringan periodontal meliputi gingiva (epitel dan jaringan ikat), ligament periodontal, tulang alveolar dan sementum. Jaringan ini secara keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan usia. Makna klinis dari perubahan tersebut baru saja ditentukan dalam beberapa kasus.
a.      Epitel
Epitel mulut bertambah tipis sejalan dengan usia, kurang berkeratin, dan terdapat peningkatan kepadatan sel. Sambungan antara epitel dan jaringan ikat juga berubah sesuai usia dan sambungan (antarmuka) tipe lingir (ridge) menjadi tipe papila. Belum diperoleh kejelasan tentang efek dan usia pada aktivitas mitotik epitel mulut. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan mitosis sejalan usia, beberapa lainnya melaporkan kecepatan mitosis yang tetap, dan ada juga yang menunjukkan penurunan aktivitas. Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan tingkat peradangan yang ada pada jaringan sebelum hasil penelitian diperoleh.

b.     Jaringan ikat
Dewasa ini telah diketahui bahwa kulit menunjukkan perubahan yang jelas sejalan dengan usia, sebagai contoh, munculnya keriput dan hilangnya elastisitas. Gambaran ini sebagian besar disebabkan oleh hilangnya lemak subkutan. Jaringan gingiva tidak mengandung lemak seperti itu dan oleh sebab itu perubahan yang nyata tidak terlihat. Meskipun demikian, perubahan akibat usia ditemukan pada jaringan ikat gingiva, dan mencakup perubahan tekstur dan halus menjadi lebih padat dan jaringan bertekstur kasar. Komponen selular dari jaringan ikat juga berkurang sejalan dengan bertambahnya usia.
c.      Ligament periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligament periodontal juga mengalami perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel menurun sementara struktur ligament menjadi lebih tidak teratur. Perubahan lain pada struktur ini termasuk penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis, penurunan produksi matriks organik, dan hilangnya asam mukopolisakarida.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dan usia pada lebar ligament periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa lebar dari ligament periodontal berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu, semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini gigi yang goyang tidak mesti mempunyai prognosis yang buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligament periodontal.
d.     Sementum
Pembentukan sementum, terutama aselular, terjadi terus-menerus sepanjang hidup dan peningkatan ketebalan yang sejalan dengan usia terlihat paling jelas di daerah apikal gigi. Temuan yang terakhir tersebut diperkirakan merupakan respons terhadap erupsi pasif. Sedikit penambahan pada remodeling sementum juga terjadi sejalan dengan usia dan ditandai dengan area resorpsi serta aposisi, yang mungkin ikut menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakteraturan dari permukaan semental gigi lansia.
e.      Tulang alveolar
Tulang alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang mencakup meningkatnya jumlah lamela interstitial, menghasilkan septum interdental yang lebih padat, dan menurunnya jumlah sel pada lapisan osteogenik dari fasia kribrosa. Dengan bertambahnya usia permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan serabut kolagen menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang.
3.     PENUAAN DAN HILANGNYA PERLEKATAN
Pada keadaan sehat, sel apikal dari epitelium jungsional melekat pada pertautan semento-email. Tanda dari kerusakan periodontal adalah migrasi apikal dari epitelium jungsional. Meski demikian, masih ada kontroversi mengenai apakah usia turut menyebabkan migrasi apikal dan struktur ini seperti dibuktikan dengan meningkatnya kerusakan periodontal sejalan dengan usia. Jadi, sewaktu memeriksa pasien lansia dengan perlekatan yang rusak, harus dipertanyakan apakah hilangnya perlekatan akibat penyakit periodontal, atau bagian dari proses penuaan, atau keduanya.
Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa penuaan dihubungkan dengan resesi fisiologi dan bertahap dari jaringan gingiva, yang terjadi bersamaan dengan migrasi apikal dan epitelium jungsional. Penelitian ini mendukung teori erupsi pasif yang berkelanjutan, yang menyatakan bahwa resesi gingiva terjadi sebagai akibat migrasi oklusal dari gigi dengan adanya tinggi tepi gingiva yang stabil. Migrasi ini mengompensasi keausan oklusal.
Penelitian berikutnya menunjukkan bahwa gerakan ke oklusal dari gigi tidak mesti berhubungan dengan migrasi apikal dari epitelium jungsional, asalkan kesehatan gingiva baik. Telah ditunjukkan bahwa lokasi dari pertautan mukogingiva tidak berubah akibat penuaan, dan jika tidak ada resesi gingiva, lebar gingiva cekat bertambah sejalan dengan usia. Laporan ini mengarah pada kesimpulan bahwa epitelium jungsional tetap pada pertautan semento-email dan lebar gingiva cekat meningkat sejalan dengan usia akibat dari erupsi gigi atau kompleks dentoalveolar. Kejadian ini hanya terjadi jika jaringan periodontal dalam keadaan sehat. Ada beberapa bukti yang mendukung adanya migrasi apikal fisiologi dari epithelium jungsional sejalan dengan usia.
4.     PENGARUH SISTEMIK TERHADAP JARINGAN PERIODONTAL
Sejumlah penyakit dan kondisi sistemik dapat mempengaruhi prognosis periodontal secara keseluruhan. Diantaranya adalah :
a.      Diabetes Mellitus
Diabetes sebagian besar penelitian menemukan hubungan yang kuat antara diabetes tipe 1 dan 2 dengan penyakit periodontal. Ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena telah diketahui bahwa diabetes dapat mengurangi resistensi terhadap infeksi dan menghambat proses penyembuhan. Jadi, pasien yang menderita diabetes, terutama diabetik yang tidak terkontrol dengan baik, akan memiliki prognosis keseluruhan yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien diabetes yang terkontrol dengan baik atau non-diabetik.
Gingivitis dan periodontitis. Selain ,merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
b.     Ginjal
Memasuki usia tua, seseorang mengalami banyak kemunduran pada sistem organ tubuhnya. Berbagai penyakit sistemik seperti penyakit hati, ginjal, dan jantung menjadi hal yang menghantui banyak orang lanjut usia. Ketakutan akan penyakit-penyakit yang mengancam jiwa sayangnya membuat banyak orang menganggap kesehatan gigi dan mulut seolah-olah menjadi kurang penting. Padahal banyak penyakit yang berawal dari penyakit gigi dan mulut. Satu di antaranya adalah penyakit ginjal, yang menjadi masalah kesehatan yang banyak terjadi di masyarakat namun sebagian besar penderita tidak menyadari adanya gejala-gejala penyakit tersebut pada tubuh mereka. Menurut National Kidney Foundation, satu dari sembilan orang dewasa di Amerika Serikat menderita penyakit ginjal kronik. Penyakit ini dapat mempengaruhi tekanan darah dan kesehatan tulang. Pada akhirnya penyakit ini dapat mengarah kepada penyakit jantung atau gagal ginjal. Dari beberapa laporan penelitian baru-baru ini, dilansir fakta bahwa faktor risiko seperti penyakit periodontal, kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan, serta buruknya akses terhadap fasilitas dan sarana kesehatan sangat berkaitan dengan penyakit ginjal kronik.
Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gusi, di mana terjadi peradangan atau pun infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dalam bahasa kedokteran peradangan jaringan periodontal disebut periodontitis, dalam tingkat lanjut periodontitis menyebabkan kerusakan tulang dan mengakibatkan kegoyangan gigi sehingga gigi akhirnya harus dicabut. Periodontitis merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
c.      Kondisi imunodefisiensi
Virus human immunodeficiency diketahui dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Infeksi periodontal termasuk dalam spektrum manifestasi infeksi HIV dalam rongga mulut. karena sistem imunnya mengalami gangguan parah, secara umum, pasien AIDS memiliki prognosis periodontal yang buruk, meskipun pasien HIV+ yang berhasil dirawat dengan obat-obatan anti-retroviral dan inhibitor proteinase mungkin saja memiliki prognosis jangka panjang yang baik.
d.     Kelainan neutrofil
Periodontitis parah dapat disebabkan oleh kondisi sistemik langka, seperti Chediak-Higashi atau Papillon-Lefevre syndrome; defisiensi adhesi leukosit dan kondisi lainnya, seperti defek neutrofil dapatan/acquired. Penyakit sistemik apapun yang dapat mengurangi jumlah neutrofil atau mengganggu fungsi neutrofil akan meningkatkan resiko kerusakan periodontal.
e.      Osteoporosis
Terdapat banyak bukti tentang hubungan antara osteoporosis dengan periodontitis, terutama pada wanita
f. Stress
Banyak ahli periodontal yang beranggapan bahwa stres dapat memberikan pengaruh negatif terhadap prognosis periodontal. Meta-analisis literatur terbaru menunjukkan bahwa stres psikologis dapat memperparah penyakit periodontal, sehingga memperburuk prognosis keseluruhan. 
3.     TINGKAT KOOPERATIF LANSIA DALAM MENERIMA PERAWATAN GIGI DAN MULUT

Sikap pasien lanjut usia terhadap perawatan akan mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan perawatan periodontal. Freedman menjelaskan berbagai jenis tingkah laku pasien sebagai berikut:
a.      sangat bergantung: banyak permintaan, mendesak, dan berulang – ulang;
b.     pseudo-kooperatif: datang tepat waktu, membayar pelayanan, ramah dan mengikuti instruksi, namun entah bagaimana tidak pernah melakukannya diluar klinik;
c.      perfeksionis: membuat permintaan yang tidak realistis dengan ancaman terselubung, menjelaskan gejalanya, menyesuaikan gigitiruannya sendiri, membuat anjuran mengenai diagnosisnya atau rencana perawatan, dan mencoba makan dengan gigitiruannya dimana ia tidak dapat makan dengan gigi geligi aslinya.

4.     KEADAAN PASIEN LANSIA YANG MENJALANI RAWAT INAP
a.     Psikologis
Kebanyakan pasien lanjut usia menjadi mudah frustasi, terutama dalam lingkungan dental yang mencemaskan. Disisi lain, kebanyakan pasien lanjut usia dapat merespon dengan baik terhadap perawatan dan dapat mentoleransi prosedur yang panjang. Para dokter gigi harus mengetahui dalam merawat individu yang memiliki pengalaman unik, harapan dan kebutuhan tertentu. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri.
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1)     Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
2)     Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3)     Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4)     Pasangan hidup telah meninggal.
5)     Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

b.     Fisiologi
Proses umum penuaan tidak dapat diterangkan dengan jelas. Hal ini sering dijabarkan sebagai gabungan dari fenomena fisiologis normal dan degenerasi patologis. Penuaan dapat didefinisikan sebagai suatu hal biologis dimana proses tersebut merupakan hal yang genetik, suatu terminasi yang tak terelakkan dari pertumbuhan normal. Segi patologis dari penuaan termasuk proses destruksi, yang kemungkinan berkaitan dengan reaksi autoimun, atau akumulasi dari pengaruh trauma-trauma minor yang terjadi sepanjang hidup. Berbagai penyakit tertentu yang pernah dialami sepanjang kehidupan cenderung memperkuat besarnya perubahan degeneratif yang terjadi pada usia lanjut. Usia lanjut juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan perubahan patologis.
Terjadinya perubahan fisiologis yang normal pada pasien lanjut usia sepertinya sukar dijelaskan. Mungkin tidak pernah terjadi suatu perubahan fisiologis yang benar-benar murni pada usia lanjut tanpa dipengaruhi adanya penyakit sama sekali. Meskipun demikian beberapa kecenderungan perubahan sesuai dengan pertambahan usia dapat diprediksi. Regresi pada fungsi tubuh secara umum mulai terjadi pada usia 25 hingga 30 tahun dan berlanjut terus sampai akhir hayat. Penurunan metabolisme selular menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk bertumbuh dan reparasi. Laju pembelahan sel (mitosis) menurun sehingga pada usia 65 tahun deplesi selular mendekati 30%. Karena semua jaringan, organ dan sistem tidak bergeser dengan kecepatan yang sama, struktur komposit tubuh dan fungsinya juga berbeda pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan pasien muda. Temuan sistemik dan temuan pada rongga mulut hendaknya diinterpretasikan dalam kaitan dengan bagaimanakah seharusnya hal itu didapati pada pasien sehat yang berusia sama.
5.     PENYAKIT PERIODONTAL PADA LANSIA YANG MENJALANI RAWAT INAP
Pasien lansia beresiko mengalami penyakit periodontal yang dapat disebabkan oleh akumulasi plak, penggunaan obat-obatan serta penyakit sistemik yang diderita selama menjalani rawat inap di rumah sakit, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.     Akumulasi Plak
Penyebab utama gingivitis dan periodontitis sebagian besar adalah bakteri. Plak mengorganisir massa bakteri, melekat pada permukaan gigi di atas dan di bawah gingival margin dan memulai penyakit. Bakteri khusus yang potensial patogen dalam plak berbeda – beda pada setiap individu dan pada satu tempat di gingival dalam mulut yang sama. Sebagian kecil plak dapat dikontrol atau ditahan tanpa menyebabkan penyakit periodontal dengan menghasilkan mekanisme pertahanan host. Penyakit periodontal yang dapat ditimbulkan akibat akumulasi plak, antara lain :
1)       Gingivitis
Sebagai penyakit periodontal yang paling umum, gingivitis merupakan peradangan pada gingival atau gusi. Keadaan ini terjadi saat bakteri yang normal ditemukan dalam rongga mulut berproliferasi, meningkat massa dan ketebalannya hingga membentuk plak. Plak melekat pada permukaan gigi serta gingival di dekatnya. Tidak ada kehilangan perlekatan yang terjadi akibat kondisi ini. Tanda klinisnya adalah kemerahan pada gingival margin, tingkat pembesaran yang bervariasi, perdarahan pada probing ringan, dan perubahan bentuk fisiologik gingival. Rasa nyeri bukanlah tanda umum pada gingivitis.
Gingivitis adalah jenis penyakit inflamasi akut dan kronik yang mana prosesnya terbatas pada gingival tanpa ada hubungan dengan hilangnya tulang alveolar. Sebenarnya secara umum gingivitis merupakan lesi yang reversible. Plak supragingiva adalah faktor utama penyebab penyakit tersebut.
Fakta – fakta bahwa plak sebagai penyebab gingivitis diperlihatkan dari hasil observasi bahwa plak dapat berakumulasi seputar daerah yang sehat pada awalnya yang kemudian secara pasti menampakkan gejala gingivitis. Sebaliknya, lesi gingival secara perlahan – lahan dapat berkurang jika plak dibersihkan dengan beberapa metode mekanik atau kemoterapeutik.
Efek awal dari gingivitis dihasilkan dari peningkatan masa bakteri gram positif. Pada tahap ini gingivitis marginalis kronis muncul dengan karakteristik seperti kemerahan, bengkak, perdarahan, perubahan Veillonella dan Spirochetes dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit.

2)       Hyperplasia Gingiva
Hiperplasia gingival merupakan pertumbuhan yang berlebihan yang disebabkan oleh peningkatan pada elemen jaringan fibrous pada gingival; hyperplasia fibrous. Ini bukan kondisi inflamasi, meskipun harus disadari kalau hyperplasia dan inflamasi dari gingival lebih banyak terjadi bersamaan. Keduanya sama-sama mengakibatkan pelebaran gingival. Hanya masing-masing kontribusinya pada pelebaran gingival saling bervariasi.
Hiperplasia gingival telah diketahui sebagai efek dari lebih 20 macam obat, termasuk phenytoin, cyclosporine, nifedipine dan calcium channel blokers lainnya. Untuk phenytoin 10-25%. Ada sejumlah dosis yang dapat diberikan tergantung pada respon antara hyperplasia gingival dan konsentrasi serum dari phenytoin dan cyclosporine. Demikian pula puncak konsentrasi yang tinggi dari nifedipine dihubungkan dengan hyperplasia. Nifedipine diketahui dapat meningkatkan konsentrasi aliran cairan krevikuler ginggiva pada pasien hyperplasia pada tingkat 15-90 kali dan semuanya ditemukan dalam serum. Plak gigi banyak mengandung cyclosporine, dan plak dengan tingkat tinggi memegang peranan dalam permulaan hyperplasia.
Hubungan antara plak microbial dengan obat-obatan yang menyebabkan pembesaran tidak jelas. Walaupun demikian hal ini dapat diterima secara umum plak supragingival dihasilkan dari tingkat kebersihan mulut yang rendah dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan. Penampakan hyperplasia ini membuat plak sulit untuk dikontrol. Hiperplasia gingival meningkat pada area supragingiva, menghasilkan inflamasi sekunder yang mempersulit perawatan hyperplasia. Perubahan inflamasi sekunder meningkatkan ukuran lesi yang disebabkan oleh pengobatan, menghasilkan diskolorisasi berwarna merah kebiruan, dengan kecenderungan meningkatnya perdarahan. Hal ini secara klinis cukup penting untuk membedakan antara hyperplasia gingival dengan pengobatan dan dengan inflamasi gingival sekunder.
3)       Periodontitis
Periodontitis merupakan peradangan periodonsium yang ditandai dengan migrasi jungsional epithelium kearah apical, disertai dengan kehilangan perlekatan dan tulang alveolar crestal yang diakibatkannya. Tanda klinisnya meliputi penambahan ke dalam pada probing, perdarahan saat probing (pada status penyakit akut), dan perubahan contour fisiologi. Kemerahan dan pembengkakan gingival dapat pula terjadi. Rasa nyeri bukanlah tanda klinis yang umum. Poket merupakan sulkus gingival yang mengalami pendalaman patologis akibat penyakit periodontal. Struktur ini dibatasi oleh gigi pada satu sisi, epithelium berulser pada sisi lainnya, dan dasarnya berupa jungsional epithelium. Poket supraboni dan infraboni disebabkan oleh infeksi plak, tetapi da perbedaan opini mengenai faktor yang mempengaruhi pembentukan poket infraboni.
Perubahan dari kondisi sehat sampai kondisi dimana dinyatakan menderita gingivitis dan kemudian periodontitis tidak nyata dan tidak mudah mudah dikenali. Periodontitis ditandai dengan hilangnya jaringan ikat penghubungan yang disertai dengan periode eksaserbasi dan proses penyembuhan, bahkan kembali seperti semula secara spontan dari proses penyakit, memperlihatkan karakter yang dinamis dari destruksi penyakit periodontal. Sebagai dampak dari gingivitis, gingival tampak mengkilat dan bengkak, ditemukan pseudopocket yang memicu terbentuknya akumulasi plak, dengan tanda-tanda tersebut dapat menyebar yang tadinya adalah plak supragingival kemudian menjadi plak subgingival.
Meskipun telah diketahui bahwa plak subgingiva dengan komposisi microbial memegang peranan yang cukup besar pada penyakit periodontal, Kontral plak supragingiva untuk mencegah dan mengurangi gingivitis masih merupakan tindakan utama pencegahan dan kambuhnya periodontitis.
Penelitian terbaru memperlihatkan kontrol plak supragingival pada periodontitis yang tidak dirawat secara nyata menurunkan proporsi flora subgingival terdiri dari spesies periodontopatogen seperti A.actinomycetemcomitans, P.gingivalis, Spirochetes dan motile rods. Laporan lainnya yang diperlihatkan pada penderita periodontitis, menurunkan inflamasi gingiva diiringi dengan ditingkatkannya kontrol plak supragingival tanpa debridement subgingival secara mekanis. Sedangkan pada sisi lain, penelitian lainnya menyatakan bahwa kontrol plak supragingival mempunyai efek yang minimal pada mikroflora subgingival yang berada dalam poket periodontal yang dalam.

b.     Konsumsi Obat-Obatan
Hampir sebagian besar lansia menderita penyakit sistemik. Hal tersebut akan sangat berdampak pada kesehatan rongga mulutnya akibat obat-obatan yang dikonsumsinya. Efek obat tertentu pada periodontium kelihatannya meningkat pada populasi lansia. Epanutin (antikonvulsan), siklosporin (imunosupresan) dan nifedipine (penyekat saluran kalsium) dapat merangsang pertumbuhan berlebih dari gingiva pada individu yang peka. Program pemanggilan ulang setiap tiga bulan sebaiknya dipertimbangkan pada kasus seperti ini karena kecepatan pertumbuhan berlebihan mungkin berhubungan dengan derajat peradangan gingiva. Beberapa obat antihipertensi, contohnya metildopa, dapat menyebabkan reaksi lichenoid pada jaringan gingiva.
Pasien yang menerima obat antikoagulan membutuhkan penyesuaian dosis sebelum dilakukan perawatan gigi, meskipun skeling dan perawatan akar biasanya dapat dilakukan dengan dosis terapetik, yang menurut INR tidak lebih dari 2,5.
Imunosupresan tampaknya memberi sedikit efek pada perkembangan radang kronis dan penyakit periodontal. Bagaimanapun juga, ulserasi mulut dan penyembuhan yang lambat dapat terjadi pada gingiva.
c.      Pengaruh Penyakit Sistemik
Walaupun selama ini diakui adanya potensi kondisi sistemik dalam perkembangan periodontitis karena plak, semakin banyak bukti baru yang menunjukkan bahwa periodontitis yang parah dan menyeluruh juga dapat berperan dalam perkembangan penyakit sistemik tertentu atau berpengaruh buruk terhadap pengendalian penyakit sistemik tersebut. Terdapat hubungan antara infeksi sistemik akut dengan penyakit kardiovaskular, contohnya infark miokard dan stroke. Ini membuktikan bahwa akumulasi bakteri gram negatif dalam jumlah besar ikut berperan dalam terjadinya aterosklerosis. Penelitian menunjukkan bahwa bakteremia gram negatif dapat menyebabkan agregasi keping darah, menimbulkan hiperkoagulasi dan meningkatkan viskositas darah. Semua ini merupakan gambaran penting dari pembentukan atheroma.
Periodontitis parah juga dikaitkan dengan infeksi saluran napas atas dan bawah seperti hospital-acquired pneumonia atau pneumonia yang didapat sewaktu dirawat di rumah sakit.
6.     PENANGANAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA LANSIA
Keberhasilan perawatan penyakit periodontal pada pasien lanjut usia dapat tercapai. Namun, dokter gigi harus mengenal kategori pasien lanjut usia yang harus dirawat dengan memeriksa kondisi fisik dan psikologis serta emosional pasien tersebut. Hal ini penting untuk menentukan prognosis dan rencana perawatan yang akan diberikan terhadap kebutuhan dan keinginan pasien. Pada pasien lanjut usia, perawatan non bedah umumnya merupakan pilihan utama. Namun, sesuai dengan penyakit periodontal yang meluas maka perawatan bedah pun dapat dilakukan.
a.     Kontrol Plak
Kontrol plak adalah pembersihan dan pencegahan akumulasi plak dental pada gigi dan permukaan gingival disekitarnya secara regular. Kontrol plak merupakan komponen penting pada praktik dental, memungkinkan perawatan periodontal dan dental berhasil dalam jangka panjang.
Perawatan oral merupakan suatu keharusan untuk mencegah terbentunya plak. Teknik perawtan oral harus tepat dan efektif. Pencegahan meliputi oral hygiene yang baik dan rutin. Pemeliharaan oral hygiene yang baik dan berkelanjutan, follow up oleh dokter gigi adalah esensial untuk mencegah penyakit periodontal menjadi lebih parah atau rekuren.
Kontrol plak mekanikal dengan sikat gigi ataupun alat bantu lainnya merupakan cara yang diandalkan dalam mencapai kesehatan oral yang baik bagi pasien. Kontrol plak kimia merupakan hal yang bermakna bagi pasien dan dokter gigi dengan menggunakan obat kumur atau medikamen yang bisa menghambat pembentukan plak. Prosedur kontrol plak dapat dilakukan dengan cara:
1.       Penyikatan gigi
2.       Alat pembersih interdental
3.       Massage gingival
4.       Alat irigasi oral
5.       Kontral plak secara kimia
6.        Bahan disclosing.
Kebutuhan dan tuntutan akan instruksi yang baik, demonstrasi, dan motivasi adalah sama baik pada lansia maupun pasien muda usia, dan merupakan tugas untuk setiap dokter gigi. Rekomendasi berikut akan dapat meningkatkan komunikasi dengan pasien lansia.
a)     Buat pesan-pesan tentang pengontrolan plak secara kronologis, langkah demi langkah, contohnya, tahapan penyikatan gigi rutin.
b)     Jangan memberi informasi terlalu banyak sekaligus. Tidak satupun pasien, apalagi pasien lansia, dapat diharapkan bisa menyerap instruksi mengenai disclosing, penyikatan gigi, flossing, dan lainnya, dalam satu kali pertemuan.
c)     Luangkan waktu untuk memberi penerangan dan penjelasan mengenai masalah yang ada. Gunakan gaya bicara yang lambat dan jelas, serta hindari berteriak dan terburu-buru, yang dapat membuat pasien tersinggung. Selama pemberian instruksi, duduk berhadapan dengan pasien, duduk didekatnya dan mengecilkan bunyi-bunyi lain diruangan akan sangat dihargai oleh pasien yang pendengarannya kurang baik.
d)     Dengarkan, dan doronglah pasien memberi umpan balik jika perlu, secara langsung. Dengarkan pernyataan pasien baik yang diungkapkan secara terbuka atau diam-diam mengenai kebutuhannya dalam kaitannya dengan penampilan, fungsi, transport, dan dukungan di rumah. Hubungan yang baik lebih besar kemungkinannya mendatangkan imbalan berupa sikap menurut dan kesediaan pasien untuk datang kembali.
e)     Gunakan berbagai cara komunikasi untuk mendukung pesan yang ingin disampaikan jika perlu, biarkan pasien melihat dan merasakan adanya plak, kalkulus, dan peradangan. Metode ‘ceritakan, perlihatkan, dan rasakan’ mengenai penyikatan gigi yang akurat dapat didukung dengan saran tertulis. Pesan tertulis harus sederhana, ringkas, dan ditulis dengan huruf yang besar, tebal, dan warna yang kontras.
f)      Tentukan tujuan yang realistis. Menyikat gigi di interproximal dan krevikular perlu dan dapat dilakukan oleh pasien dari segala usia asal mereka memiliki keterampilan manual. Untuk mereka yang kurang terampil, teknik penyikatan sederhana ditambah kumur-kumur satu atau dua kali sehari dengan klorheksidin glukonat 0,2% lebih sesuai. Untuk pasien yang lemah, perlu keterlibatan keluarga atau perawat dalam melakukan penyikatan sederhana dan teratur yang diperkuat dengan pembersihan mulut secara professional setiap 3-6 bulan.
g)     Pegangan sikat gigi yang telah dimodifikasi untuk memperoleh pegangan yang nyaman dapat dibeli atau dibuat. Sekarang ini sudah banyak variasi pegangan sikat interproksimal yang dipasarkan. Sikat ini penting untuk membersihkan ruang interdental yang lebar dan furkasi yang terbuka, yang biasanya terdapat pada gigi lansia. Sikat dengan pegangan contra-angle dan bulu tunggal sangat bermanfaat untuk menjangkau gigi posterior yang berdiri sendiri dan gigi dengan mahkota klinis yang panajang. Sikat gigi berkepala dua yang dirancang untuk membersihkan dua permukaan gigi bersamaan, dapat digunakan untuk pasien lansia yang cacat fisik. Sikat gigi otomatis, khususnya tipe baterai yang dapat diisi ulang dan memiliki kepala yang bergerak elips, memberikan keuntungan yaitu tidak terlalu capai dan tidak sakit untuk pasien lansia. Pada keadaaan dimana gerakan jari dan pergelangan tangan atau lengan terbatas, irrigator air bertenaga jet dapat digunakan satu kali sehari untuk mengantarkan 400 ml larutan chlorheksidin glukonat 0,02%. Pegangan floss juga mengurangi gerakan jari pada manipulasi yang rumit. Program pengontrolan plak dan skeling seringkali menjadi satu-satunya program yang dibutuhkan pada kasus periodontitis kronis tahap awal dan menengah.

b.     Perawatan Non-Surgical
Perawatan terapi non-bedah yang dapat dilakukan pada lansia, antara lain sebagai berikut :
1.       Scalling dan Root Planing
Scalling dan root planning merupakan bentuk perawatan penyakit periodontal yang konservatif dan paling sering dilakukan. Perawatan untuk setiap tahapan penyakit periodontal mencakup pembersihan plak dan kalkulus yang melekat pada gigi secara keseluruhan. Ketika kerusakan penyakit gingival hanya sedikit, maka dapat ditangani tanpa anestesi local melalui proses scalling. Ketika kerusakan penyakit periodontal lebih berat, mempengaruhi lebih banyak struktur di atas tulang, dilakukan proses root planning. Root planning selalu membutuhkan anestesi local. Akar gigi pada dasarnya sensitive sehingga dibutuhkan anastesi local saat bekerja pada area ini. Scalling dan root planning dapat mengontrol pertumbuhan bakteri yang destruktif.
Scalling dan root planning merupakan bagian penting dari semua prosedur terapi penyakit periodontal yang digunakan dengan maksud untuk:
a)     Menghilangkan faktor resiko etiologi penyakit periodontal.
b)     Mengurangi dan menipiskan poket periodontal.
c)     Mengurangi peradangan sebelum prosedur bedah periodontal.
d)     Mengurangi lesi akut.
Scalling, root planning dan debridement subgingival telah terbukti sebagai modal perawatan yang efektif dalam manajemen penyakit periodontal. Instrument subgingival menghasilkan pengurangan yang signifikan dari organisme anaerobik gram-negatif dan mendorong repopulasi gram-positif kokus dan batang yang berhubungan dengan kesehatan. Level dari sphirochetes, mikroba motil, dan patogen periodontal spesifik seperti Porphyromonas gingivaalis, Provotella intermedia, Actinobasillus actinomycetemcontamitans, begitupun spesies bakteroides, secara signifikan berkurang setelah scalling dan root planning. Perubahan mikroflora setelah skalling dan root planning disertai oleh perubahan pada pengukuran klinis kesehatan periodontal secara bersamaan. Penurunana bleeding on probing yang mendekati 45% pada area dengan kedalaman probing awal 4,0 sampai 6,5mm adalah bukti bahwa inflamasi berkurang. Perubahan kedalaman probing dan level attachment setelah scalling dan root planning bergantung pada pengukuran insisal dan biasanya menggambarkan kombinasi dari pencapaian clinical attachment dan resolusi edema atau penyusutan (resesi).
Scalling dan root planning merupakan prosedur yang tidak terpisah. Semua prinsip scalling sama dengan root planning. Perbedaannya hanya pada masalah derajat.
Tantangan dan keterbatasan:
Scalling dan root planning merupakan tuntunan prosedur klinik yang membutuhkan waktu dan keterampilan. Pembersihan plak dan kalkulus yang sempurna dari permukaan akar adalah tidak realistis dan jarang tercapai. Pada poket dengan kedalaman probing inisial 5 mm atau lebih, klinisi menunjukkan debridement akar yang inadekuat sebanyak 65%. Penelitian yang mengevaluasi kalkulus residual setelah instrumentasi periodontal dengan atau tanpa akses surgical cenderung menggambarkan deposit residual setelah scalling dan root planning adalah furkasi dan line angles, cementoenamel junction, dan konkavitas akar. Meskipun tantangan klinisi tersebut, keseluruhan instrumentasi memberikan hal yang penting bagi keberhasilan terapi periodontal.
Walaupun hasil permukaan akar yang halus dan keras sering digunakan sebagai titik akhir selama instrumentasi periodontal, kebutuhan absolute untuk keberhasilan terapi adalah tidak jelas. Pembersihan sementum yang sempurna dalam tujuannya untuk menghilangkan endotoksin yang melekat pada permukaan akar adalah tidak perlu dan dapat menyebabkan hipersensitivitas.
Scaling subgingival dan root planning dapat dilakukan dengan closed procedure dan open procedure dan sering dibawah anestesi local. Closed prosedure merupakan instrumentasi subgingival yang tidak langsung tanpa pemindahan gingival yang disengaja. Permukaan akar tidak dapat dicapai dengan pemeriksaan visual yang langsung. Open procedure dilakukan untuk membuka permukaan akar yang terinfeksi dengan langkah memindahkan jaringan gingival. Gingival diinsisi dan diturunkan atau diresesi untuk memberikan akses dan visibilitas lapangan operasi.
c.      Perawatan Bedah
Tujuan utama bedah periodontal adalah menciptakan keadaan mulut sedemikian rupa sehingga mudah dilakukan untuk pemeliharaan gigi pasien, kenyamanan, dan fungsinya bagi kehidupan. Alasan dilakukannya pembedahan:
1.       Memudahkan akses
Pembedahan memberikan kemudahan bagi klinisi untuk mencapai permukaan akar dan tulang alveolar. Akses ini memungkinkan dilakukannya preparasi akar yang cermat dan pembuangan seluruh deposit keras, sementum nekrotik, serta produk-produk bakteri dan jaringan dari permukaan akar. Selain itu berkurangnya kedalaman poket setelah terapi pembedahan memungkinkan pasien mendapat akses yang lebih baik ke semua permukaan gigi guna melakukan pembersihan plak yang lebih efektif.
2.       Memperbaiki jaringan periodontal.
Metode bedah yang didesain untuk memperbaiki jaringan lunak dan tulang yang mengalami kerusakan karena penyakit. Pembedahan tersebut terdiri atas teknik graft jaringan lunak dan jaringan keras untuk mengembalikan keadaan jaringan periodontal sebelum terjangkiti penyakit.
3.       Mengurangi poket periodontal
Poket periodontal tidak selalu dapat dihilangkan dengan sempurna, tetapi dapat dikurangi melalui beberapa teknik resektif dan regeneratif. Tujuan utamanya adalah mengurangi kedalaman poket hingga mencapai keadaan yang mudah dirawat baik oleh dokter gigi maupun diri sendiri.
4.       Mengubah bentuk tulang
Cacat tulang dan deformitas menciptakan kontur jaringan periodontal yang menyimpang dari kontur fisiologis, dan berperan sebagai faktor retentif plak serta tidak sesuai dengan keadaan sesuai kesehatan yang baik. Pembentukan kontur tulang yang dilakukan untuk menghilangkan cacat tulang akan mengurangi daerah-daerah retensi plak dan memudahkan pasien untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke permukaan gigi guna melakukan pengendalian plak yang lebih efektif.
Perawatan bedah untuk menghilangkan jaringan inflamasi dapat merangsang terjadinya perbaikan atau regenerasi jaringan yang mengalami kerusakan. Regenerasi jaringan rusak dapat terjadi secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Perawatan periodontal untuk merangsang terjadinya regenerasi jaringan dapat dilakukan dengan cara pembersihan defek dengan kuretase saja, atau disertai bone grafting dan guided tissue regeneration yang dilakukan secara bedah.
a)     Bone graft
Secara umum kesembuhan atau regenerasi fisiologis dapat terjadi karena regenerasi dari bekuan darah setelah tindakan bedah. Oleh karena itu, bekuan darah harus dilindungi agar tidak rusak. Pada kasus yang disertai dengan banyaknya tulang alveolar yang hilang, maka dapat dilakukan bone grafting atau dengan menggunakan bahan guided tissue regeneration (GTR). Tujuan dari bone grafting adalah mengurangi kedalaman poket periodontal, peningkatan pelekatan secara klinik, pengisian tulang di daerah defek dan regenerasi dari tulang baru.
b)     Guide Tissue Regeneration
Pada umumnya setelah prosedur flap, apabila epithelium gingiva bergerak sepanjang jaringan ikat di sebelah yang dirawat, kesembuhan akan terjadi tanpa perlekatan yang baru terhadap akar (pelekatan semu). Prinsip guide tissue regeneration, apabila jaringan ikat gingival mempunyai kesempatan untuk mencapai permukaan akar maka pelekatan akan terjadi, karena tidak terjadi pertumbuhan epitel di permukaan akar. Penggunaan GTR diharapkan dapat menghambat pertumbuhan epitel yang mempunyai potensi pertumbuhan sangat cepat, mendahului pencapaian jaringan ikat gingiva dan sel – sel yang lain mengadakan pelekatan baru pada permukaan akar. Dengan demikian terjadinya pelekatan semua dapat dicegah.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pembedahan:
1.       Persetujuan pasien
Pada saat rencana perawatan periodontal dijelaskan pada pasien. Sebaiknya pasien diberitahu bahwa pembedahan mungkin merupakan bagian dari rencana perawatan. Pasien benar-benar harus memahami keuntungan dan resiko yang mungkin terjadi atau komplikasi dari prosedur-prosedur yang dianjurkan. Alternatif pembedahan ini harus dijelaskan dengan cermat kepada pasien sehingga pasien dapat memberikan persetujuan terhadap rencana operasi. Pembahasan dan persetujuan pasien sebaiknya tertulis dan tercatat dalam rekam medik.
2.       Mengetahui kontraindikasi dari bedah periodontal
Ada beberapa alasan mengapa pembedahan periodontal tidak dapat dilakukan seperti karena terdapat masalah kesehatan tertentu seperti diabetes atau tekanan darah yang tidak terkontrol. Pengendalian plak yang baik harus diinstruksikan kepada pasien agar pembedahan periodontal dapat berhasil. Pasien harus diberitahukan sejak awal perawatan bahwa pembedahan periodontal tidak akan pernah dilakukan sebelum plak betul-betul dapat dikendalikan dan sebelum pasien benar-benar memahami peran aktifnya dalam perawatan pemeliharaan jangka panjang. Dokter gigi yang merasa tidak mampu melakukan perawatan bedah atau tidak dapat menjalankan program pemeliharaan yang memuaskan bagi pasien, sebaiknya tidak melakukan perawatan bedah periodontal.
3.       Pengendalian infeksi/Terapi Fase Pertama
Terapi pengendalian infeksi harus telah diselesaikan sebelum keputusan akhir untuk melakukan pembedahan. Terapi pengendalian infeksi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam terapi periodontal.
Hal-hal yang mungkin dilakukan selama faes perawatan ini adalah:
a)     Menilai komitmen pasien untuk menjalankan perawatan periodontal
b)     Mempelajari potensi penyembuhan pasien
c)     Menguatkan instruksi hygiene mulut
d)     Memperbaiki keadaan agar tidak perlu dilakukan pembedahan
e)     Meningkatkan kesehatan jaringan untuk membantu penatalaksanaan jaringan lunak pada saat pembedahan

4.       Pengendalian kecemasan
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien umumnya dapat dikendalikan dengan sikap yang tenang dan penuh perahatian dalam merawat pasien. Ahli periodontal seharusnya memiliki ketenangan dan kepercayaan diri bahwa dia mampu mengerjakan prosedur bedah dengan baik. Pada sejumlah kecil pasien, kecemasan hanya dapat dihilangkan melalui pemberian obat-obatan transquilizer atau sedasi.
5.       Antibiotik
Premedikasi dengan antibiotik yang tepat harus dilakukan untuk kelima kondisi sistemik pertama dari daftar berikut ini:
a)     Penyakit jantung kongenital
b)     Penyakit reumatik jantung atau penyakit katup jantung dapatan lainnya
c)     Stenosis sub-aorta hipertrofi idiopatik
d)     Sindrom prolapsus katup mitral disertai insufisiensi mitral
e)     Pasien yang memakai katup jantung buatan
f)      Pasien yang memakai protesa sendi
g)     Gangguan sistem imun tertentu

6.       Asepsis
Pembedahan periodontal mutlak dilakukan dalam kondisi asepsis. Rongga mulut memang tidak dapat disterilkan, tetapi tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dan menghalangi masuknya bakteri dari lingkungan luar ke dalam mulut pasien. Operator harus memakai tutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kain yang steril sebaiknya digunakan untuk menutupi. Kain yang steril sebaiknya digunakan untuk menutupi pakaian yang dikenakan operator. Baju pasien harus ditutupi handuk steril, demikian juga rambut dan mata pasien. Kecermatan sangat diperlukan agar tidak ada satu bagian pun yang tidak steril di daerah operasi.
7.     Keadaan Darurat
Alat-alat kedaruratan harus selalu diperiksa secara berkala untuk memastikan bahwa peralatan dalam keadaan berfungsi dengan baik.
8.     Anestesi
Bedah periodontal biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal. Ahli bedah periodontal sebaiknya menggunakan dosis anestesi lokal minimal yang dibutuhkan untuk menjaga kenyamanan pasien selama prosedur pembedahan.
d.     Stabilisasi Kegoyangan Gigi
Periodontal splint adalah alat yang dapat digunakan untuk stabilisasi atau immobilisasi gigi – geligi yang mengalami kegoyangan. Splint terdiri dari splint sementara, splint semi permanent dan splint permanent. Indikasi splinting sementara adalah untuk stabilisasi gigi goyang sebelum dan selama terapi periodontal dengan tujuan untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan dan mempercepat proses penyembuhan, contohnya wire ligature splint.
Splint semi permanent dan permanent dapat digunakan pada gigi dengan kegoyangan berat yang dapat mengganggu pengunyahan setelah terapi periodontal. Untuk gigi – gigi anterior splint semi permanent cekat, bahan yang sering digunakan adalah komposit resin (light cured). Penggunaan komposit dengan serat polyester (fiber splint) telah dibuktikan dapat membantu stabilitas splint, juga kombinasi antara kawat ligature dengan komposit. Untuk gigi – gigi posterior splinting semi permanent ditujukan untuk gigi – gigi goyang berat yang harus menerima beban kunyah.. Splint ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi periodontal. Untuk gigi posterior digunakan kawat logam yang kaku dikombinasi dengan komposit atau amalgam.
Khusus untuk splint permanent pada umumnya dikaitkan dengan protesa periodontal. Splint ini hanya dapat dibuat beberapa bulan setelah terapi periodontal dan kesembuhan sudah sempurna. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh fungsi kunyah yang lebih efektif. Protesa dapat berupa jembatan, protesa lepasan kerangka logam.15
Kegoyangan gigi juga merupakan salah satu tanda klinis adanya traumatic oklusi, meskipun tidak semua gigi goyang disebabkan traumatic oklusi. Pelebaran dari periodontal space, kerusakan tulang alveolar, perubahan dari furkasi dan lamina dura dalam gambaran rontgen foto sering dikaitkan dengan adanya tekanan berlebihan yang mengakibatkan goyangnya gigi. Apabila kegoyangan gigi murni disebabkan oleh karena traumatic maka perlu dilakukan penyesuaian oklusi (occlusal adjustment).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar