Perawatan Periodontal Pada Lansia Yang Menjalani Rawat
Inap
1.
KONDISI JARINGAN PERIODONTAL SECARA UMUM
Periodonsium
mempunyai empat komponen yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamentum
periodontal, dan sementum.
Gingiva
Gingiva
adalah bagian mukosa mulut yang mengellingi gigi dan menutupi lingir (ridge)
alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan
dengan membentuk hubungan denggan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan
dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.
a.
Warna Gingiva
Gingiva sehat umumnya memiliki warna yang disebut "coral pink."
Warna lain seperti merah, putih dan biru dapat menandai adanya peradangan
(gingivitis) atau kelainan lain. Walaupun menurut text book warna gingiva
disebut "coral pink", pigmentasi rasial normal membuat gingiva
berwarna lebih gelap. Karena warna gingiva dipengaruhi pigmentasi rasial,
kesepahaman dalam warna lebih penting daripada warna yang ada sebetulnya.
b.
Kontur Gingiva
Gingiva sehat memiliki permukaan halus dan bergelombang di depan tiap gigi.
Gingiva sehat menempati daerah interdental dengan tepat dan pas, berbeda dengan
papilla gingiva yang membengkak yang terdapat pada gingivitis, atau embrasure
yang kosong pada penyakit periodontal. Gusi yang sehat melekat erat pada tiap
gigi, bentuknya meruncing seperti ujung pisau pada tepi marginal gingiva bebas.
Dilain pihak, gusi yang meradang memiliki tepi yang menggembung atau bulat.
c.
Tekstur Gingiva
Gingiva sehat bertekstur padat, tahan terhadap adanya pergerakan. Tekstur
ini sering dideskripsikan sama seperti kulit jeruk. Gingiva yang tidak sehat
teksturnya membengkak dan seperti busa.
d.
Reaksi saat Probing
Gusi sehat umumnya tidak berekasi terhadap keadaan normal seperti
penyikatan atau periodontal probing. Sebaliknya gusi yang tidak sehat akan
menunjukkan adanya perdarahan ketika probing / Bleeding On Probing (BOP) dapat
disertai timbulnya cairan purulen.
Ligament
periodontal
Ligament
adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Karena gigi
berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan
ikat, sehingga dapat dianggap sebagai ligament. Ligament periodontal tidak
hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada
soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi.
a.
Struktur
Ketebalan ligamen bervariasi dari 0.3 – 0,1 mm yang
terlebar pada mulut soket dan apeks gigi, dan tersempit pada aksis rotasi gigi
yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada keadaan sehat gigi
mempunyai rentang gerakan yang normal. Bila stress fungsional besar ligament
biasanya juga lebih tebal dan bila gigi tidak berfunsi ligament akan menjadi
tipis setipis 0.06 mm. dengan terjadinya proses penuaan ligament akan menjadi
lebih tipis. Ligament terdiri dari serabut jaringan ikat yang tersusun dengan
teratur pada matriks substansi dasar yang dilewati pembuluh darah dengan saraf.
Selain bundle serabut utama ada beberapa bundle kolagen yang tersusun kurang
teratur dan serabut oksitalan yang merupakan serabut elastic yang belum matang.
Struktur kolagen akan terus menerus mengalami remodeling misalnya melalui resorpsi serabut lama dan pembentukan serabut baru dan fibroblast ikut berperan dalam kedua proses itu.
Struktur kolagen akan terus menerus mengalami remodeling misalnya melalui resorpsi serabut lama dan pembentukan serabut baru dan fibroblast ikut berperan dalam kedua proses itu.
Sementum
Sementum
adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat
berinsersinya setabut bundle kolagen. Terdiri dari serabut kolagen yang
tertanam di dalam matriks organic yang terkalsifikasi. Kandungan organiknya
yaitu hidroksi aptatit lebih kecil dari tulang hanya sekitar 45%. Ada dua tipe
sementum yaitu:
a.
Sellular yang mengandung sementosit seperti osteosit
pada tulang
b.
Aselular lapisan permukaan yang tipis sering terbatas
hanya pada bagian servikal akar. Ketebalan terbesar pada apeks akar dan pada
furkasi. Dengan adanya atrisi misalnya ausnya permukaan oklusal gigi deposisi
kompensasi dari sementum apical akan berlangsung.
Tulang
alveolar
Prosesus
alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi geligi. Sebagian
bergantung pada gigi dan setelah tanggalnya gigi akan terjadi resorpsi tulang.
Tidak akan terlihat pada waktu andonsia. Tulang ini terus menerus mengalami
remodeling sebagai respon terhadap stress mekanis dan kebutuhan metabolisme
terhadap ion fosfor dan kalsium. Tepi puncak tulang alveolar biasanya berjalan
sejajar terhadap pertautan amelosemental pada jarak yang konstan (1-2 mm),
tetapi hubungan ini biasanya bervariasi sesuai dengan aligmen gigi dan kontur
permukaan akar.
2.
KONDISI JARINGAN PERIODONTAL PADA LANSIA
Efek Usia
Jaringan
periodontal meliputi gingiva (epitel dan jaringan ikat), ligament periodontal,
tulang alveolar dan sementum. Jaringan ini secara keseluruhan dipengaruhi oleh
perubahan usia. Makna klinis dari perubahan tersebut baru saja ditentukan dalam
beberapa kasus.
a.
Epitel
Epitel mulut
bertambah tipis sejalan dengan usia, kurang berkeratin, dan terdapat
peningkatan kepadatan sel. Sambungan antara epitel dan jaringan ikat juga
berubah sesuai usia dan sambungan (antarmuka) tipe lingir (ridge) menjadi tipe
papila. Belum diperoleh kejelasan tentang efek dan usia pada aktivitas mitotik
epitel mulut. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan mitosis
sejalan usia, beberapa lainnya melaporkan kecepatan mitosis yang tetap, dan ada
juga yang menunjukkan penurunan aktivitas. Perbedaan ini mungkin berhubungan
dengan tingkat peradangan yang ada pada jaringan sebelum hasil penelitian
diperoleh.
b.
Jaringan ikat
Dewasa ini
telah diketahui bahwa kulit menunjukkan perubahan yang jelas sejalan dengan
usia, sebagai contoh, munculnya keriput dan hilangnya elastisitas. Gambaran ini
sebagian besar disebabkan oleh hilangnya lemak subkutan. Jaringan gingiva tidak
mengandung lemak seperti itu dan oleh sebab itu perubahan yang nyata tidak
terlihat. Meskipun demikian, perubahan akibat usia ditemukan pada jaringan ikat
gingiva, dan mencakup perubahan tekstur dan halus menjadi lebih padat dan
jaringan bertekstur kasar. Komponen selular dari jaringan ikat juga berkurang
sejalan dengan bertambahnya usia.
c.
Ligament periodontal
Komponen
jaringan ikat pada ligament periodontal juga mengalami perubahan akibat usia.
Komponen serabut dan sel menurun sementara struktur ligament menjadi lebih
tidak teratur. Perubahan lain pada struktur ini termasuk penurunan kepadatan
sel dan aktivitas mitosis, penurunan produksi matriks organik, dan hilangnya
asam mukopolisakarida.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dan usia pada lebar ligament periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa lebar dari ligament periodontal berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu, semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini gigi yang goyang tidak mesti mempunyai prognosis yang buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligament periodontal.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dan usia pada lebar ligament periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa lebar dari ligament periodontal berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu, semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini gigi yang goyang tidak mesti mempunyai prognosis yang buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligament periodontal.
d.
Sementum
Pembentukan
sementum, terutama aselular, terjadi terus-menerus sepanjang hidup dan
peningkatan ketebalan yang sejalan dengan usia terlihat paling jelas di daerah
apikal gigi. Temuan yang terakhir tersebut diperkirakan merupakan respons
terhadap erupsi pasif. Sedikit penambahan pada remodeling sementum juga terjadi
sejalan dengan usia dan ditandai dengan area resorpsi serta aposisi, yang
mungkin ikut menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakteraturan dari permukaan
semental gigi lansia.
e.
Tulang alveolar
Tulang
alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang mencakup meningkatnya
jumlah lamela interstitial, menghasilkan septum interdental yang lebih padat,
dan menurunnya jumlah sel pada lapisan osteogenik dari fasia kribrosa. Dengan
bertambahnya usia permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan
serabut kolagen menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang.
3.
PENUAAN DAN HILANGNYA PERLEKATAN
Pada keadaan
sehat, sel apikal dari epitelium jungsional melekat pada pertautan
semento-email. Tanda dari kerusakan periodontal adalah migrasi apikal dari epitelium
jungsional. Meski demikian, masih ada kontroversi mengenai apakah usia turut
menyebabkan migrasi apikal dan struktur ini seperti dibuktikan dengan
meningkatnya kerusakan periodontal sejalan dengan usia. Jadi, sewaktu memeriksa
pasien lansia dengan perlekatan yang rusak, harus dipertanyakan apakah
hilangnya perlekatan akibat penyakit periodontal, atau bagian dari proses
penuaan, atau keduanya.
Penelitian
pada binatang menunjukkan bahwa penuaan dihubungkan dengan resesi fisiologi dan
bertahap dari jaringan gingiva, yang terjadi bersamaan dengan migrasi apikal
dan epitelium jungsional. Penelitian ini mendukung teori erupsi pasif yang
berkelanjutan, yang menyatakan bahwa resesi gingiva terjadi sebagai akibat
migrasi oklusal dari gigi dengan adanya tinggi tepi gingiva yang stabil.
Migrasi ini mengompensasi keausan oklusal.
Penelitian
berikutnya menunjukkan bahwa gerakan ke oklusal dari gigi tidak mesti
berhubungan dengan migrasi apikal dari epitelium jungsional, asalkan kesehatan
gingiva baik. Telah ditunjukkan bahwa lokasi dari pertautan mukogingiva tidak
berubah akibat penuaan, dan jika tidak ada resesi gingiva, lebar gingiva cekat
bertambah sejalan dengan usia. Laporan ini mengarah pada kesimpulan bahwa
epitelium jungsional tetap pada pertautan semento-email dan lebar gingiva cekat
meningkat sejalan dengan usia akibat dari erupsi gigi atau kompleks
dentoalveolar. Kejadian ini hanya terjadi jika jaringan periodontal dalam
keadaan sehat. Ada beberapa bukti yang mendukung adanya migrasi apikal
fisiologi dari epithelium jungsional sejalan dengan usia.
4.
PENGARUH SISTEMIK TERHADAP JARINGAN PERIODONTAL
Sejumlah
penyakit dan kondisi sistemik dapat mempengaruhi prognosis periodontal secara
keseluruhan. Diantaranya adalah :
a.
Diabetes Mellitus
Diabetes
sebagian besar penelitian menemukan hubungan yang kuat antara diabetes tipe 1
dan 2 dengan penyakit periodontal. Ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena
telah diketahui bahwa diabetes dapat mengurangi resistensi terhadap infeksi dan
menghambat proses penyembuhan. Jadi, pasien yang menderita diabetes, terutama
diabetik yang tidak terkontrol dengan baik, akan memiliki prognosis keseluruhan
yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien diabetes yang terkontrol dengan
baik atau non-diabetik.
Gingivitis dan periodontitis. Selain ,merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Gingivitis dan periodontitis. Selain ,merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
b.
Ginjal
Memasuki
usia tua, seseorang mengalami banyak kemunduran pada sistem organ tubuhnya.
Berbagai penyakit sistemik seperti penyakit hati, ginjal, dan jantung menjadi
hal yang menghantui banyak orang lanjut usia. Ketakutan akan penyakit-penyakit
yang mengancam jiwa sayangnya membuat banyak orang menganggap kesehatan gigi
dan mulut seolah-olah menjadi kurang penting. Padahal banyak penyakit yang
berawal dari penyakit gigi dan mulut. Satu di antaranya adalah penyakit ginjal,
yang menjadi masalah kesehatan yang banyak terjadi di masyarakat namun sebagian
besar penderita tidak menyadari adanya gejala-gejala penyakit tersebut pada
tubuh mereka. Menurut National Kidney Foundation, satu dari sembilan orang
dewasa di Amerika Serikat menderita penyakit ginjal kronik. Penyakit ini dapat
mempengaruhi tekanan darah dan kesehatan tulang. Pada akhirnya penyakit ini
dapat mengarah kepada penyakit jantung atau gagal ginjal. Dari beberapa laporan
penelitian baru-baru ini, dilansir fakta bahwa faktor risiko seperti penyakit
periodontal, kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan, serta
buruknya akses terhadap fasilitas dan sarana kesehatan sangat berkaitan dengan
penyakit ginjal kronik.
Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gusi, di mana terjadi peradangan atau pun infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dalam bahasa kedokteran peradangan jaringan periodontal disebut periodontitis, dalam tingkat lanjut periodontitis menyebabkan kerusakan tulang dan mengakibatkan kegoyangan gigi sehingga gigi akhirnya harus dicabut. Periodontitis merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gusi, di mana terjadi peradangan atau pun infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dalam bahasa kedokteran peradangan jaringan periodontal disebut periodontitis, dalam tingkat lanjut periodontitis menyebabkan kerusakan tulang dan mengakibatkan kegoyangan gigi sehingga gigi akhirnya harus dicabut. Periodontitis merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
c.
Kondisi imunodefisiensi
Virus human immunodeficiency
diketahui dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Infeksi periodontal
termasuk dalam spektrum manifestasi infeksi HIV dalam rongga mulut. karena
sistem imunnya mengalami gangguan parah, secara umum, pasien AIDS memiliki
prognosis periodontal yang buruk, meskipun pasien HIV+ yang berhasil dirawat
dengan obat-obatan anti-retroviral dan inhibitor proteinase mungkin saja
memiliki prognosis jangka panjang yang baik.
d.
Kelainan neutrofil
Periodontitis
parah dapat disebabkan oleh kondisi sistemik langka, seperti Chediak-Higashi
atau Papillon-Lefevre syndrome; defisiensi adhesi leukosit dan kondisi lainnya,
seperti defek neutrofil dapatan/acquired. Penyakit sistemik apapun yang dapat
mengurangi jumlah neutrofil atau mengganggu fungsi neutrofil akan meningkatkan
resiko kerusakan periodontal.
e.
Osteoporosis
Terdapat
banyak bukti tentang hubungan antara osteoporosis dengan periodontitis,
terutama pada wanita
f. Stress
Banyak ahli
periodontal yang beranggapan bahwa stres dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap prognosis periodontal. Meta-analisis literatur terbaru menunjukkan
bahwa stres psikologis dapat memperparah penyakit periodontal, sehingga
memperburuk prognosis keseluruhan.
3.
TINGKAT KOOPERATIF LANSIA DALAM MENERIMA PERAWATAN
GIGI DAN MULUT
Sikap pasien
lanjut usia terhadap perawatan akan mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan
perawatan periodontal. Freedman menjelaskan berbagai jenis tingkah laku pasien
sebagai berikut:
a.
sangat bergantung: banyak permintaan, mendesak, dan
berulang – ulang;
b.
pseudo-kooperatif: datang tepat waktu, membayar
pelayanan, ramah dan mengikuti instruksi, namun entah bagaimana tidak pernah melakukannya
diluar klinik;
c.
perfeksionis: membuat permintaan yang tidak realistis
dengan ancaman terselubung, menjelaskan gejalanya, menyesuaikan gigitiruannya
sendiri, membuat anjuran mengenai diagnosisnya atau rencana perawatan, dan
mencoba makan dengan gigitiruannya dimana ia tidak dapat makan dengan gigi
geligi aslinya.
4.
KEADAAN PASIEN LANSIA YANG MENJALANI RAWAT INAP
a. Psikologis
Kebanyakan
pasien lanjut usia menjadi mudah frustasi, terutama dalam lingkungan dental
yang mencemaskan. Disisi lain, kebanyakan pasien lanjut usia dapat merespon
dengan baik terhadap perawatan dan dapat mentoleransi prosedur yang panjang.
Para dokter gigi harus mengetahui dalam merawat individu yang memiliki
pengalaman unik, harapan dan kebutuhan tertentu. Masalah kesehatan jiwa lansia
termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri
dan Psikogeriatri.
Pada umumnya
setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1)
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia
2)
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang
serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3)
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
4)
Pasangan hidup telah meninggal.
5)
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau
masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
b.
Fisiologi
Proses umum
penuaan tidak dapat diterangkan dengan jelas. Hal ini sering dijabarkan sebagai
gabungan dari fenomena fisiologis normal dan degenerasi patologis. Penuaan
dapat didefinisikan sebagai suatu hal biologis dimana proses tersebut merupakan
hal yang genetik, suatu terminasi yang tak terelakkan dari pertumbuhan normal.
Segi patologis dari penuaan termasuk proses destruksi, yang kemungkinan
berkaitan dengan reaksi autoimun, atau akumulasi dari pengaruh trauma-trauma
minor yang terjadi sepanjang hidup. Berbagai penyakit tertentu yang pernah
dialami sepanjang kehidupan cenderung memperkuat besarnya perubahan degeneratif
yang terjadi pada usia lanjut. Usia lanjut juga mempengaruhi kemampuan tubuh
untuk melawan perubahan patologis.
Terjadinya
perubahan fisiologis yang normal pada pasien lanjut usia sepertinya sukar
dijelaskan. Mungkin tidak pernah terjadi suatu perubahan fisiologis yang
benar-benar murni pada usia lanjut tanpa dipengaruhi adanya penyakit sama
sekali. Meskipun demikian beberapa kecenderungan perubahan sesuai dengan
pertambahan usia dapat diprediksi. Regresi pada fungsi tubuh secara umum mulai
terjadi pada usia 25 hingga 30 tahun dan berlanjut terus sampai akhir hayat.
Penurunan metabolisme selular menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk
bertumbuh dan reparasi. Laju pembelahan sel (mitosis) menurun sehingga pada
usia 65 tahun deplesi selular mendekati 30%. Karena semua jaringan, organ dan
sistem tidak bergeser dengan kecepatan yang sama, struktur komposit tubuh dan
fungsinya juga berbeda pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan pasien muda.
Temuan sistemik dan temuan pada rongga mulut hendaknya diinterpretasikan dalam
kaitan dengan bagaimanakah seharusnya hal itu didapati pada pasien sehat yang
berusia sama.
5.
PENYAKIT PERIODONTAL PADA LANSIA YANG MENJALANI RAWAT
INAP
Pasien
lansia beresiko mengalami penyakit periodontal yang dapat disebabkan oleh
akumulasi plak, penggunaan obat-obatan serta penyakit sistemik yang diderita
selama menjalani rawat inap di rumah sakit, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Akumulasi Plak
Penyebab
utama gingivitis dan periodontitis sebagian besar adalah bakteri. Plak
mengorganisir massa bakteri, melekat pada permukaan gigi di atas dan di bawah
gingival margin dan memulai penyakit. Bakteri khusus yang potensial patogen
dalam plak berbeda – beda pada setiap individu dan pada satu tempat di gingival
dalam mulut yang sama. Sebagian kecil plak dapat dikontrol atau ditahan tanpa
menyebabkan penyakit periodontal dengan menghasilkan mekanisme pertahanan host.
Penyakit periodontal yang dapat ditimbulkan akibat akumulasi plak, antara lain
:
1)
Gingivitis
Sebagai penyakit periodontal yang paling umum,
gingivitis merupakan peradangan pada gingival atau gusi. Keadaan ini terjadi
saat bakteri yang normal ditemukan dalam rongga mulut berproliferasi, meningkat
massa dan ketebalannya hingga membentuk plak. Plak melekat pada permukaan gigi
serta gingival di dekatnya. Tidak ada kehilangan perlekatan yang terjadi akibat
kondisi ini. Tanda klinisnya adalah kemerahan pada gingival margin, tingkat
pembesaran yang bervariasi, perdarahan pada probing ringan, dan perubahan
bentuk fisiologik gingival. Rasa nyeri bukanlah tanda umum pada gingivitis.
Gingivitis adalah jenis penyakit inflamasi akut dan
kronik yang mana prosesnya terbatas pada gingival tanpa ada hubungan dengan
hilangnya tulang alveolar. Sebenarnya secara umum gingivitis merupakan lesi
yang reversible. Plak supragingiva adalah faktor utama penyebab penyakit
tersebut.
Fakta – fakta bahwa plak sebagai penyebab gingivitis
diperlihatkan dari hasil observasi bahwa plak dapat berakumulasi seputar daerah
yang sehat pada awalnya yang kemudian secara pasti menampakkan gejala
gingivitis. Sebaliknya, lesi gingival secara perlahan – lahan dapat berkurang
jika plak dibersihkan dengan beberapa metode mekanik atau kemoterapeutik.
Efek awal dari gingivitis dihasilkan dari peningkatan
masa bakteri gram positif. Pada tahap ini gingivitis marginalis kronis muncul
dengan karakteristik seperti kemerahan, bengkak, perdarahan, perubahan
Veillonella dan Spirochetes dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit.
2)
Hyperplasia Gingiva
Hiperplasia gingival merupakan pertumbuhan yang
berlebihan yang disebabkan oleh peningkatan pada elemen jaringan fibrous pada
gingival; hyperplasia fibrous. Ini bukan kondisi inflamasi, meskipun harus
disadari kalau hyperplasia dan inflamasi dari gingival lebih banyak terjadi
bersamaan. Keduanya sama-sama mengakibatkan pelebaran gingival. Hanya
masing-masing kontribusinya pada pelebaran gingival saling bervariasi.
Hiperplasia gingival telah diketahui sebagai efek dari lebih 20 macam obat, termasuk phenytoin, cyclosporine, nifedipine dan calcium channel blokers lainnya. Untuk phenytoin 10-25%. Ada sejumlah dosis yang dapat diberikan tergantung pada respon antara hyperplasia gingival dan konsentrasi serum dari phenytoin dan cyclosporine. Demikian pula puncak konsentrasi yang tinggi dari nifedipine dihubungkan dengan hyperplasia. Nifedipine diketahui dapat meningkatkan konsentrasi aliran cairan krevikuler ginggiva pada pasien hyperplasia pada tingkat 15-90 kali dan semuanya ditemukan dalam serum. Plak gigi banyak mengandung cyclosporine, dan plak dengan tingkat tinggi memegang peranan dalam permulaan hyperplasia.
Hubungan antara plak microbial dengan obat-obatan yang menyebabkan pembesaran tidak jelas. Walaupun demikian hal ini dapat diterima secara umum plak supragingival dihasilkan dari tingkat kebersihan mulut yang rendah dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan. Penampakan hyperplasia ini membuat plak sulit untuk dikontrol. Hiperplasia gingival meningkat pada area supragingiva, menghasilkan inflamasi sekunder yang mempersulit perawatan hyperplasia. Perubahan inflamasi sekunder meningkatkan ukuran lesi yang disebabkan oleh pengobatan, menghasilkan diskolorisasi berwarna merah kebiruan, dengan kecenderungan meningkatnya perdarahan. Hal ini secara klinis cukup penting untuk membedakan antara hyperplasia gingival dengan pengobatan dan dengan inflamasi gingival sekunder.
Hiperplasia gingival telah diketahui sebagai efek dari lebih 20 macam obat, termasuk phenytoin, cyclosporine, nifedipine dan calcium channel blokers lainnya. Untuk phenytoin 10-25%. Ada sejumlah dosis yang dapat diberikan tergantung pada respon antara hyperplasia gingival dan konsentrasi serum dari phenytoin dan cyclosporine. Demikian pula puncak konsentrasi yang tinggi dari nifedipine dihubungkan dengan hyperplasia. Nifedipine diketahui dapat meningkatkan konsentrasi aliran cairan krevikuler ginggiva pada pasien hyperplasia pada tingkat 15-90 kali dan semuanya ditemukan dalam serum. Plak gigi banyak mengandung cyclosporine, dan plak dengan tingkat tinggi memegang peranan dalam permulaan hyperplasia.
Hubungan antara plak microbial dengan obat-obatan yang menyebabkan pembesaran tidak jelas. Walaupun demikian hal ini dapat diterima secara umum plak supragingival dihasilkan dari tingkat kebersihan mulut yang rendah dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan. Penampakan hyperplasia ini membuat plak sulit untuk dikontrol. Hiperplasia gingival meningkat pada area supragingiva, menghasilkan inflamasi sekunder yang mempersulit perawatan hyperplasia. Perubahan inflamasi sekunder meningkatkan ukuran lesi yang disebabkan oleh pengobatan, menghasilkan diskolorisasi berwarna merah kebiruan, dengan kecenderungan meningkatnya perdarahan. Hal ini secara klinis cukup penting untuk membedakan antara hyperplasia gingival dengan pengobatan dan dengan inflamasi gingival sekunder.
3)
Periodontitis
Periodontitis merupakan peradangan periodonsium yang
ditandai dengan migrasi jungsional epithelium kearah apical, disertai dengan
kehilangan perlekatan dan tulang alveolar crestal yang diakibatkannya. Tanda
klinisnya meliputi penambahan ke dalam pada probing, perdarahan saat probing
(pada status penyakit akut), dan perubahan contour fisiologi. Kemerahan dan
pembengkakan gingival dapat pula terjadi. Rasa nyeri bukanlah tanda klinis yang
umum. Poket merupakan sulkus gingival yang mengalami pendalaman patologis
akibat penyakit periodontal. Struktur ini dibatasi oleh gigi pada satu sisi,
epithelium berulser pada sisi lainnya, dan dasarnya berupa jungsional
epithelium. Poket supraboni dan infraboni disebabkan oleh infeksi plak, tetapi
da perbedaan opini mengenai faktor yang mempengaruhi pembentukan poket
infraboni.
Perubahan dari kondisi sehat sampai kondisi dimana dinyatakan menderita gingivitis dan kemudian periodontitis tidak nyata dan tidak mudah mudah dikenali. Periodontitis ditandai dengan hilangnya jaringan ikat penghubungan yang disertai dengan periode eksaserbasi dan proses penyembuhan, bahkan kembali seperti semula secara spontan dari proses penyakit, memperlihatkan karakter yang dinamis dari destruksi penyakit periodontal. Sebagai dampak dari gingivitis, gingival tampak mengkilat dan bengkak, ditemukan pseudopocket yang memicu terbentuknya akumulasi plak, dengan tanda-tanda tersebut dapat menyebar yang tadinya adalah plak supragingival kemudian menjadi plak subgingival.
Perubahan dari kondisi sehat sampai kondisi dimana dinyatakan menderita gingivitis dan kemudian periodontitis tidak nyata dan tidak mudah mudah dikenali. Periodontitis ditandai dengan hilangnya jaringan ikat penghubungan yang disertai dengan periode eksaserbasi dan proses penyembuhan, bahkan kembali seperti semula secara spontan dari proses penyakit, memperlihatkan karakter yang dinamis dari destruksi penyakit periodontal. Sebagai dampak dari gingivitis, gingival tampak mengkilat dan bengkak, ditemukan pseudopocket yang memicu terbentuknya akumulasi plak, dengan tanda-tanda tersebut dapat menyebar yang tadinya adalah plak supragingival kemudian menjadi plak subgingival.
Meskipun telah diketahui bahwa plak subgingiva dengan
komposisi microbial memegang peranan yang cukup besar pada penyakit
periodontal, Kontral plak supragingiva untuk mencegah dan mengurangi gingivitis
masih merupakan tindakan utama pencegahan dan kambuhnya periodontitis.
Penelitian terbaru memperlihatkan kontrol plak
supragingival pada periodontitis yang tidak dirawat secara nyata menurunkan
proporsi flora subgingival terdiri dari spesies periodontopatogen seperti
A.actinomycetemcomitans, P.gingivalis, Spirochetes dan motile rods. Laporan
lainnya yang diperlihatkan pada penderita periodontitis, menurunkan inflamasi
gingiva diiringi dengan ditingkatkannya kontrol plak supragingival tanpa
debridement subgingival secara mekanis. Sedangkan pada sisi lain, penelitian
lainnya menyatakan bahwa kontrol plak supragingival mempunyai efek yang minimal
pada mikroflora subgingival yang berada dalam poket periodontal yang dalam.
b. Konsumsi Obat-Obatan
Hampir
sebagian besar lansia menderita penyakit sistemik. Hal tersebut akan sangat
berdampak pada kesehatan rongga mulutnya akibat obat-obatan yang dikonsumsinya.
Efek obat tertentu pada periodontium kelihatannya meningkat pada populasi
lansia. Epanutin (antikonvulsan), siklosporin (imunosupresan) dan nifedipine
(penyekat saluran kalsium) dapat merangsang pertumbuhan berlebih dari gingiva
pada individu yang peka. Program pemanggilan ulang setiap tiga bulan sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus seperti ini karena kecepatan pertumbuhan berlebihan
mungkin berhubungan dengan derajat peradangan gingiva. Beberapa obat
antihipertensi, contohnya metildopa, dapat menyebabkan reaksi lichenoid pada
jaringan gingiva.
Pasien yang
menerima obat antikoagulan membutuhkan penyesuaian dosis sebelum dilakukan
perawatan gigi, meskipun skeling dan perawatan akar biasanya dapat dilakukan
dengan dosis terapetik, yang menurut INR tidak lebih dari 2,5.
Imunosupresan tampaknya memberi sedikit efek pada perkembangan radang kronis dan penyakit periodontal. Bagaimanapun juga, ulserasi mulut dan penyembuhan yang lambat dapat terjadi pada gingiva.
Imunosupresan tampaknya memberi sedikit efek pada perkembangan radang kronis dan penyakit periodontal. Bagaimanapun juga, ulserasi mulut dan penyembuhan yang lambat dapat terjadi pada gingiva.
c. Pengaruh Penyakit Sistemik
Walaupun
selama ini diakui adanya potensi kondisi sistemik dalam perkembangan
periodontitis karena plak, semakin banyak bukti baru yang menunjukkan bahwa
periodontitis yang parah dan menyeluruh juga dapat berperan dalam perkembangan
penyakit sistemik tertentu atau berpengaruh buruk terhadap pengendalian
penyakit sistemik tersebut. Terdapat hubungan antara infeksi sistemik akut
dengan penyakit kardiovaskular, contohnya infark miokard dan stroke. Ini
membuktikan bahwa akumulasi bakteri gram negatif dalam jumlah besar ikut
berperan dalam terjadinya aterosklerosis. Penelitian menunjukkan bahwa
bakteremia gram negatif dapat menyebabkan agregasi keping darah, menimbulkan
hiperkoagulasi dan meningkatkan viskositas darah. Semua ini merupakan gambaran
penting dari pembentukan atheroma.
Periodontitis
parah juga dikaitkan dengan infeksi saluran napas atas dan bawah seperti
hospital-acquired pneumonia atau pneumonia yang didapat sewaktu dirawat di
rumah sakit.
6.
PENANGANAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA LANSIA
Keberhasilan
perawatan penyakit periodontal pada pasien lanjut usia dapat tercapai. Namun,
dokter gigi harus mengenal kategori pasien lanjut usia yang harus dirawat
dengan memeriksa kondisi fisik dan psikologis serta emosional pasien tersebut.
Hal ini penting untuk menentukan prognosis dan rencana perawatan yang akan
diberikan terhadap kebutuhan dan keinginan pasien. Pada pasien lanjut usia,
perawatan non bedah umumnya merupakan pilihan utama. Namun, sesuai dengan
penyakit periodontal yang meluas maka perawatan bedah pun dapat dilakukan.
a. Kontrol Plak
Kontrol plak
adalah pembersihan dan pencegahan akumulasi plak dental pada gigi dan permukaan
gingival disekitarnya secara regular. Kontrol plak merupakan komponen penting
pada praktik dental, memungkinkan perawatan periodontal dan dental berhasil
dalam jangka panjang.
Perawatan
oral merupakan suatu keharusan untuk mencegah terbentunya plak. Teknik perawtan
oral harus tepat dan efektif. Pencegahan meliputi oral hygiene yang baik dan
rutin. Pemeliharaan oral hygiene yang baik dan berkelanjutan, follow up oleh
dokter gigi adalah esensial untuk mencegah penyakit periodontal menjadi lebih
parah atau rekuren.
Kontrol plak mekanikal dengan sikat gigi ataupun alat bantu lainnya merupakan cara yang diandalkan dalam mencapai kesehatan oral yang baik bagi pasien. Kontrol plak kimia merupakan hal yang bermakna bagi pasien dan dokter gigi dengan menggunakan obat kumur atau medikamen yang bisa menghambat pembentukan plak. Prosedur kontrol plak dapat dilakukan dengan cara:
Kontrol plak mekanikal dengan sikat gigi ataupun alat bantu lainnya merupakan cara yang diandalkan dalam mencapai kesehatan oral yang baik bagi pasien. Kontrol plak kimia merupakan hal yang bermakna bagi pasien dan dokter gigi dengan menggunakan obat kumur atau medikamen yang bisa menghambat pembentukan plak. Prosedur kontrol plak dapat dilakukan dengan cara:
1.
Penyikatan gigi
2.
Alat pembersih interdental
3.
Massage gingival
4.
Alat irigasi oral
5.
Kontral plak secara kimia
6.
Bahan
disclosing.
Kebutuhan
dan tuntutan akan instruksi yang baik, demonstrasi, dan motivasi adalah sama
baik pada lansia maupun pasien muda usia, dan merupakan tugas untuk setiap
dokter gigi. Rekomendasi berikut akan dapat meningkatkan komunikasi dengan
pasien lansia.
a)
Buat pesan-pesan tentang pengontrolan plak secara
kronologis, langkah demi langkah, contohnya, tahapan penyikatan gigi rutin.
b)
Jangan memberi informasi terlalu banyak sekaligus.
Tidak satupun pasien, apalagi pasien lansia, dapat diharapkan bisa menyerap
instruksi mengenai disclosing, penyikatan gigi, flossing, dan lainnya, dalam
satu kali pertemuan.
c)
Luangkan waktu untuk memberi penerangan dan penjelasan
mengenai masalah yang ada. Gunakan gaya bicara yang lambat dan jelas, serta
hindari berteriak dan terburu-buru, yang dapat membuat pasien tersinggung.
Selama pemberian instruksi, duduk berhadapan dengan pasien, duduk didekatnya
dan mengecilkan bunyi-bunyi lain diruangan akan sangat dihargai oleh pasien yang
pendengarannya kurang baik.
d)
Dengarkan, dan doronglah pasien memberi umpan balik
jika perlu, secara langsung. Dengarkan pernyataan pasien baik yang diungkapkan
secara terbuka atau diam-diam mengenai kebutuhannya dalam kaitannya dengan
penampilan, fungsi, transport, dan dukungan di rumah. Hubungan yang baik lebih
besar kemungkinannya mendatangkan imbalan berupa sikap menurut dan kesediaan
pasien untuk datang kembali.
e)
Gunakan berbagai cara komunikasi untuk mendukung pesan
yang ingin disampaikan jika perlu, biarkan pasien melihat dan merasakan adanya
plak, kalkulus, dan peradangan. Metode ‘ceritakan, perlihatkan, dan rasakan’
mengenai penyikatan gigi yang akurat dapat didukung dengan saran tertulis.
Pesan tertulis harus sederhana, ringkas, dan ditulis dengan huruf yang besar,
tebal, dan warna yang kontras.
f)
Tentukan tujuan yang realistis. Menyikat gigi di
interproximal dan krevikular perlu dan dapat dilakukan oleh pasien dari segala
usia asal mereka memiliki keterampilan manual. Untuk mereka yang kurang
terampil, teknik penyikatan sederhana ditambah kumur-kumur satu atau dua kali
sehari dengan klorheksidin glukonat 0,2% lebih sesuai. Untuk pasien yang lemah,
perlu keterlibatan keluarga atau perawat dalam melakukan penyikatan sederhana
dan teratur yang diperkuat dengan pembersihan mulut secara professional setiap
3-6 bulan.
g)
Pegangan sikat gigi yang telah dimodifikasi untuk
memperoleh pegangan yang nyaman dapat dibeli atau dibuat. Sekarang ini sudah
banyak variasi pegangan sikat interproksimal yang dipasarkan. Sikat ini penting
untuk membersihkan ruang interdental yang lebar dan furkasi yang terbuka, yang
biasanya terdapat pada gigi lansia. Sikat dengan pegangan contra-angle dan bulu
tunggal sangat bermanfaat untuk menjangkau gigi posterior yang berdiri sendiri
dan gigi dengan mahkota klinis yang panajang. Sikat gigi berkepala dua yang
dirancang untuk membersihkan dua permukaan gigi bersamaan, dapat digunakan
untuk pasien lansia yang cacat fisik. Sikat gigi otomatis, khususnya tipe
baterai yang dapat diisi ulang dan memiliki kepala yang bergerak elips,
memberikan keuntungan yaitu tidak terlalu capai dan tidak sakit untuk pasien
lansia. Pada keadaaan dimana gerakan jari dan pergelangan tangan atau lengan
terbatas, irrigator air bertenaga jet dapat digunakan satu kali sehari untuk
mengantarkan 400 ml larutan chlorheksidin glukonat 0,02%. Pegangan floss juga
mengurangi gerakan jari pada manipulasi yang rumit. Program pengontrolan plak
dan skeling seringkali menjadi satu-satunya program yang dibutuhkan pada kasus
periodontitis kronis tahap awal dan menengah.
b. Perawatan Non-Surgical
Perawatan
terapi non-bedah yang dapat dilakukan pada lansia, antara lain sebagai berikut
:
1.
Scalling dan Root Planing
Scalling dan
root planning merupakan bentuk perawatan penyakit periodontal yang konservatif
dan paling sering dilakukan. Perawatan untuk setiap tahapan penyakit
periodontal mencakup pembersihan plak dan kalkulus yang melekat pada gigi
secara keseluruhan. Ketika kerusakan penyakit gingival hanya sedikit, maka
dapat ditangani tanpa anestesi local melalui proses scalling. Ketika kerusakan
penyakit periodontal lebih berat, mempengaruhi lebih banyak struktur di atas
tulang, dilakukan proses root planning. Root planning selalu membutuhkan anestesi
local. Akar gigi pada dasarnya sensitive sehingga dibutuhkan anastesi local
saat bekerja pada area ini. Scalling dan root planning dapat mengontrol pertumbuhan
bakteri yang destruktif.
Scalling dan
root planning merupakan bagian penting dari semua prosedur terapi penyakit
periodontal yang digunakan dengan maksud untuk:
a)
Menghilangkan faktor resiko etiologi penyakit
periodontal.
b)
Mengurangi dan menipiskan poket periodontal.
c)
Mengurangi peradangan sebelum prosedur bedah
periodontal.
d)
Mengurangi lesi akut.
Scalling,
root planning dan debridement subgingival telah terbukti sebagai modal
perawatan yang efektif dalam manajemen penyakit periodontal. Instrument
subgingival menghasilkan pengurangan yang signifikan dari organisme anaerobik
gram-negatif dan mendorong repopulasi gram-positif kokus dan batang yang
berhubungan dengan kesehatan. Level dari sphirochetes, mikroba motil, dan
patogen periodontal spesifik seperti Porphyromonas gingivaalis, Provotella
intermedia, Actinobasillus actinomycetemcontamitans, begitupun spesies
bakteroides, secara signifikan berkurang setelah scalling dan root planning.
Perubahan mikroflora setelah skalling dan root planning disertai oleh perubahan
pada pengukuran klinis kesehatan periodontal secara bersamaan. Penurunana
bleeding on probing yang mendekati 45% pada area dengan kedalaman probing awal
4,0 sampai 6,5mm adalah bukti bahwa inflamasi berkurang. Perubahan kedalaman
probing dan level attachment setelah scalling dan root planning bergantung pada
pengukuran insisal dan biasanya menggambarkan kombinasi dari pencapaian
clinical attachment dan resolusi edema atau penyusutan (resesi).
Scalling dan
root planning merupakan prosedur yang tidak terpisah. Semua prinsip scalling
sama dengan root planning. Perbedaannya hanya pada masalah derajat.
Tantangan
dan keterbatasan:
Scalling dan
root planning merupakan tuntunan prosedur klinik yang membutuhkan waktu dan
keterampilan. Pembersihan plak dan kalkulus yang sempurna dari permukaan akar
adalah tidak realistis dan jarang tercapai. Pada poket dengan kedalaman probing
inisial 5 mm atau lebih, klinisi menunjukkan debridement akar yang inadekuat
sebanyak 65%. Penelitian yang mengevaluasi kalkulus residual setelah
instrumentasi periodontal dengan atau tanpa akses surgical cenderung
menggambarkan deposit residual setelah scalling dan root planning adalah
furkasi dan line angles, cementoenamel junction, dan konkavitas akar. Meskipun
tantangan klinisi tersebut, keseluruhan instrumentasi memberikan hal yang
penting bagi keberhasilan terapi periodontal.
Walaupun
hasil permukaan akar yang halus dan keras sering digunakan sebagai titik akhir
selama instrumentasi periodontal, kebutuhan absolute untuk keberhasilan terapi
adalah tidak jelas. Pembersihan sementum yang sempurna dalam tujuannya untuk
menghilangkan endotoksin yang melekat pada permukaan akar adalah tidak perlu
dan dapat menyebabkan hipersensitivitas.
Scaling
subgingival dan root planning dapat dilakukan dengan closed procedure dan open
procedure dan sering dibawah anestesi local. Closed prosedure merupakan
instrumentasi subgingival yang tidak langsung tanpa pemindahan gingival yang
disengaja. Permukaan akar tidak dapat dicapai dengan pemeriksaan visual yang
langsung. Open procedure dilakukan untuk membuka permukaan akar yang terinfeksi
dengan langkah memindahkan jaringan gingival. Gingival diinsisi dan diturunkan
atau diresesi untuk memberikan akses dan visibilitas lapangan operasi.
c. Perawatan Bedah
Tujuan utama
bedah periodontal adalah menciptakan keadaan mulut sedemikian rupa sehingga
mudah dilakukan untuk pemeliharaan gigi pasien, kenyamanan, dan fungsinya bagi
kehidupan. Alasan dilakukannya pembedahan:
1.
Memudahkan akses
Pembedahan
memberikan kemudahan bagi klinisi untuk mencapai permukaan akar dan tulang
alveolar. Akses ini memungkinkan dilakukannya preparasi akar yang cermat dan
pembuangan seluruh deposit keras, sementum nekrotik, serta produk-produk
bakteri dan jaringan dari permukaan akar. Selain itu berkurangnya kedalaman
poket setelah terapi pembedahan memungkinkan pasien mendapat akses yang lebih
baik ke semua permukaan gigi guna melakukan pembersihan plak yang lebih
efektif.
2.
Memperbaiki jaringan periodontal.
Metode bedah
yang didesain untuk memperbaiki jaringan lunak dan tulang yang mengalami
kerusakan karena penyakit. Pembedahan tersebut terdiri atas teknik graft
jaringan lunak dan jaringan keras untuk mengembalikan keadaan jaringan
periodontal sebelum terjangkiti penyakit.
3.
Mengurangi poket periodontal
Poket
periodontal tidak selalu dapat dihilangkan dengan sempurna, tetapi dapat dikurangi
melalui beberapa teknik resektif dan regeneratif. Tujuan utamanya adalah
mengurangi kedalaman poket hingga mencapai keadaan yang mudah dirawat baik oleh
dokter gigi maupun diri sendiri.
4.
Mengubah bentuk tulang
Cacat tulang
dan deformitas menciptakan kontur jaringan periodontal yang menyimpang dari
kontur fisiologis, dan berperan sebagai faktor retentif plak serta tidak sesuai
dengan keadaan sesuai kesehatan yang baik. Pembentukan kontur tulang yang
dilakukan untuk menghilangkan cacat tulang akan mengurangi daerah-daerah
retensi plak dan memudahkan pasien untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke
permukaan gigi guna melakukan pengendalian plak yang lebih efektif.
Perawatan
bedah untuk menghilangkan jaringan inflamasi dapat merangsang terjadinya perbaikan
atau regenerasi jaringan yang mengalami kerusakan. Regenerasi jaringan rusak
dapat terjadi secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu.
Perawatan periodontal untuk merangsang terjadinya regenerasi jaringan dapat
dilakukan dengan cara pembersihan defek dengan kuretase saja, atau disertai
bone grafting dan guided tissue regeneration yang dilakukan secara bedah.
a)
Bone graft
Secara umum kesembuhan atau
regenerasi fisiologis dapat terjadi karena regenerasi dari bekuan darah setelah
tindakan bedah. Oleh karena itu, bekuan darah harus dilindungi agar tidak
rusak. Pada kasus yang disertai dengan banyaknya tulang alveolar yang hilang,
maka dapat dilakukan bone grafting atau dengan menggunakan bahan guided tissue
regeneration (GTR). Tujuan dari bone grafting adalah mengurangi kedalaman poket
periodontal, peningkatan pelekatan secara klinik, pengisian tulang di daerah
defek dan regenerasi dari tulang baru.
b)
Guide Tissue Regeneration
Pada umumnya setelah prosedur flap,
apabila epithelium gingiva bergerak sepanjang jaringan ikat di sebelah yang
dirawat, kesembuhan akan terjadi tanpa perlekatan yang baru terhadap akar
(pelekatan semu). Prinsip guide tissue regeneration, apabila jaringan ikat
gingival mempunyai kesempatan untuk mencapai permukaan akar maka pelekatan akan
terjadi, karena tidak terjadi pertumbuhan epitel di permukaan akar. Penggunaan
GTR diharapkan dapat menghambat pertumbuhan epitel yang mempunyai potensi
pertumbuhan sangat cepat, mendahului pencapaian jaringan ikat gingiva dan sel –
sel yang lain mengadakan pelekatan baru pada permukaan akar. Dengan demikian
terjadinya pelekatan semua dapat dicegah.
Hal-hal yang
harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pembedahan:
1.
Persetujuan pasien
Pada saat
rencana perawatan periodontal dijelaskan pada pasien. Sebaiknya pasien
diberitahu bahwa pembedahan mungkin merupakan bagian dari rencana perawatan.
Pasien benar-benar harus memahami keuntungan dan resiko yang mungkin terjadi
atau komplikasi dari prosedur-prosedur yang dianjurkan. Alternatif pembedahan
ini harus dijelaskan dengan cermat kepada pasien sehingga pasien dapat
memberikan persetujuan terhadap rencana operasi. Pembahasan dan persetujuan
pasien sebaiknya tertulis dan tercatat dalam rekam medik.
2.
Mengetahui kontraindikasi dari bedah periodontal
Ada beberapa
alasan mengapa pembedahan periodontal tidak dapat dilakukan seperti karena
terdapat masalah kesehatan tertentu seperti diabetes atau tekanan darah yang
tidak terkontrol. Pengendalian plak yang baik harus diinstruksikan kepada
pasien agar pembedahan periodontal dapat berhasil. Pasien harus diberitahukan
sejak awal perawatan bahwa pembedahan periodontal tidak akan pernah dilakukan
sebelum plak betul-betul dapat dikendalikan dan sebelum pasien benar-benar
memahami peran aktifnya dalam perawatan pemeliharaan jangka panjang. Dokter
gigi yang merasa tidak mampu melakukan perawatan bedah atau tidak dapat
menjalankan program pemeliharaan yang memuaskan bagi pasien, sebaiknya tidak
melakukan perawatan bedah periodontal.
3.
Pengendalian infeksi/Terapi Fase Pertama
Terapi
pengendalian infeksi harus telah diselesaikan sebelum keputusan akhir untuk
melakukan pembedahan. Terapi pengendalian infeksi adalah salah satu komponen
yang paling penting dalam terapi periodontal.
Hal-hal yang
mungkin dilakukan selama faes perawatan ini adalah:
a)
Menilai komitmen pasien untuk menjalankan perawatan
periodontal
b)
Mempelajari potensi penyembuhan pasien
c)
Menguatkan instruksi hygiene mulut
d)
Memperbaiki keadaan agar tidak perlu dilakukan
pembedahan
e)
Meningkatkan kesehatan jaringan untuk membantu
penatalaksanaan jaringan lunak pada saat pembedahan
4.
Pengendalian kecemasan
Kecemasan
yang dirasakan oleh pasien umumnya dapat dikendalikan dengan sikap yang tenang
dan penuh perahatian dalam merawat pasien. Ahli periodontal seharusnya memiliki
ketenangan dan kepercayaan diri bahwa dia mampu mengerjakan prosedur bedah
dengan baik. Pada sejumlah kecil pasien, kecemasan hanya dapat dihilangkan
melalui pemberian obat-obatan transquilizer atau sedasi.
5.
Antibiotik
Premedikasi
dengan antibiotik yang tepat harus dilakukan untuk kelima kondisi sistemik pertama
dari daftar berikut ini:
a)
Penyakit jantung kongenital
b)
Penyakit reumatik jantung atau penyakit katup jantung
dapatan lainnya
c)
Stenosis sub-aorta hipertrofi idiopatik
d)
Sindrom prolapsus katup mitral disertai insufisiensi
mitral
e)
Pasien yang memakai katup jantung buatan
f)
Pasien yang memakai protesa sendi
g)
Gangguan sistem imun tertentu
6.
Asepsis
Pembedahan
periodontal mutlak dilakukan dalam kondisi asepsis. Rongga mulut memang tidak
dapat disterilkan, tetapi tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi silang dan menghalangi masuknya bakteri dari
lingkungan luar ke dalam mulut pasien. Operator harus memakai tutup kepala,
masker, dan sarung tangan. Kain yang steril sebaiknya digunakan untuk menutupi.
Kain yang steril sebaiknya digunakan untuk menutupi pakaian yang dikenakan
operator. Baju pasien harus ditutupi handuk steril, demikian juga rambut dan
mata pasien. Kecermatan sangat diperlukan agar tidak ada satu bagian pun yang tidak
steril di daerah operasi.
7.
Keadaan Darurat
Alat-alat
kedaruratan harus selalu diperiksa secara berkala untuk memastikan bahwa
peralatan dalam keadaan berfungsi dengan baik.
8.
Anestesi
Bedah
periodontal biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal. Ahli bedah periodontal
sebaiknya menggunakan dosis anestesi lokal minimal yang dibutuhkan untuk
menjaga kenyamanan pasien selama prosedur pembedahan.
d. Stabilisasi Kegoyangan Gigi
Periodontal
splint adalah alat yang dapat digunakan untuk stabilisasi atau immobilisasi
gigi – geligi yang mengalami kegoyangan. Splint terdiri dari splint sementara,
splint semi permanent dan splint permanent. Indikasi splinting sementara adalah
untuk stabilisasi gigi goyang sebelum dan selama terapi periodontal dengan
tujuan untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan dan mempercepat proses
penyembuhan, contohnya wire ligature splint.
Splint semi
permanent dan permanent dapat digunakan pada gigi dengan kegoyangan berat yang
dapat mengganggu pengunyahan setelah terapi periodontal. Untuk gigi – gigi
anterior splint semi permanent cekat, bahan yang sering digunakan adalah
komposit resin (light cured). Penggunaan komposit dengan serat polyester (fiber
splint) telah dibuktikan dapat membantu stabilitas splint, juga kombinasi
antara kawat ligature dengan komposit. Untuk gigi – gigi posterior splinting
semi permanent ditujukan untuk gigi – gigi goyang berat yang harus menerima
beban kunyah.. Splint ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi
periodontal. Untuk gigi posterior digunakan kawat logam yang kaku dikombinasi dengan
komposit atau amalgam.
Khusus untuk
splint permanent pada umumnya dikaitkan dengan protesa periodontal. Splint ini
hanya dapat dibuat beberapa bulan setelah terapi periodontal dan kesembuhan
sudah sempurna. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh fungsi kunyah yang
lebih efektif. Protesa dapat berupa jembatan, protesa lepasan kerangka logam.15
Kegoyangan gigi juga merupakan salah satu tanda klinis adanya traumatic oklusi, meskipun tidak semua gigi goyang disebabkan traumatic oklusi. Pelebaran dari periodontal space, kerusakan tulang alveolar, perubahan dari furkasi dan lamina dura dalam gambaran rontgen foto sering dikaitkan dengan adanya tekanan berlebihan yang mengakibatkan goyangnya gigi. Apabila kegoyangan gigi murni disebabkan oleh karena traumatic maka perlu dilakukan penyesuaian oklusi (occlusal adjustment).
Kegoyangan gigi juga merupakan salah satu tanda klinis adanya traumatic oklusi, meskipun tidak semua gigi goyang disebabkan traumatic oklusi. Pelebaran dari periodontal space, kerusakan tulang alveolar, perubahan dari furkasi dan lamina dura dalam gambaran rontgen foto sering dikaitkan dengan adanya tekanan berlebihan yang mengakibatkan goyangnya gigi. Apabila kegoyangan gigi murni disebabkan oleh karena traumatic maka perlu dilakukan penyesuaian oklusi (occlusal adjustment).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar